DARI LANGIT - 4
PaDa 6 NOVEMBER lalu, dalam usia 88 tahun, Isaiah Berlin telah pergi, meninggalkan sekian banyak tulisan yang dapat disejajarkan dengan karyakarya pemikiran terbaik di abad ke20 ini.

Dalam banyak esai panjangnya, Isaiah Berlin yang semasa kecilnya sempat menjadi saksi pergolakan Revolusi Rusia pada 1917, sering mengingatkan kita betapa berbahayanya bagi sejarah kemanusiaan ideide besar yang mengklaim kebenaran bagi dirinya sendiri. Dari ruang studinya di Oxford, dia mengabdikan hidupnya untuk menjelaskan dan mendalami sejarah ideide semacam ini.

Isaiah Berlin adalah seorang intelektual sejati yang hidup dan menghirup nikmatnya udara kehidupan melalui eksplorasi dan pertarungan ideide. Di tangannya, ideide tidak lagi menjadi sekadar konsepsikonsepsi abstrak yang dingin. Bagai seorang penyihir, dia sanggup menghidupkan kembali berbagai pe mikir klasik yang telah beku dan dilupakan, misalnya hamann, Vico, herzen, de Maistre, dan mencari kaitan ideide mereka de ngan gagasangagasan besar yang di zaman modern ini mengharubirukan nasib manusia.

Dia banyak menelusuri asalusul, substansi, dan kaitan antara gagasangagasan besar karena dia percaya pada kekuatan pemikiran.Diapernahberkata,Konsepkonsepfilosofisyangdilahirkan di ruang studi yang sepi seorang profesor dapat meng hancurkan sebuah peradaban. Baginya, kekuatankekuatan sosial dan material memang penting, tapi semua ini hanya akan menjadi kekuatan buta tanpa arah jika tidak di bingkai oleh ideide. Dia sangat yakin bahwa dunia pemikiranlah yang memberi petunjuk ke arah mana sejarah harus ber gerak.

Satu dari ideide besar yang menarik perhatiannya adalah ide atau konsepsi kebebasan positif. Konsepsi ini berasal dari spektrum pemikiran yang luas, mulai dari Plato, Rousseau, hegel, de Maistre, hingga Marx. Menurut konsepsi ini, manusia bebas adalah manusia yang menjadi tuan bagi dirinya sendiri, yang menjadi manusia sejati, yang mencapai hidup sepenuh penuhnya. Manusia semacam ini bukanlah manusia yang senantiasa diperbudak oleh berbagai nafsu dan kesadaran palsunya. Kebebasan hanya mungkin terjadi jika manusia memang bisa merealisasikan potensinya yang sejati, yang benar, yang lebih tinggi.

Konsepsi ini, menurut Isaiah Berlin, berbau romantik. Kebebasan tidak lagi dikaitkan dengan pembatasan tindakan sewenangwenang terhadap individu, tetapi dengan proses pemenuhan kesempurnaan hidup manusia. Jadi, dalam konsepsi ini, walaupun seseorang secara legal dan faktual tidak di kekang oleh siapapun, dia tetap bukan manusia yang bebas sejauh dia masih diperbudak oleh kesadaran palsunya, oleh pikiran dan perasaannya yang keliru.

yang menarik adalah, bagi Isaiah Berlin, konsepsi kebebasan semacam ini bisa berbahaya, bahkan sangat ber bahaya. Kenapa Karena, dengan sedikit manipulasi makna, pengertian tuan dalam konsepsi ini dapat menjadi bangsa, negara, partai, atau kelas. Sementara hidup yang sepenuhpenuhnya dapat

diartikan sebagai hidup dalam masyarakat sosialis, masyarakat baru, sejarah baru. Ber kaitan dengan hal ini, diri manusia pun diartikan sebagai makhluk yang terdiri atas dua kenyataan yang berlawanan, yaitu dirinya yang sejati, yang lebih tinggi, yang benar, dan dirinya yang lebih rendah, sumber nafsu dan kesadaran palsu.

Jika pembalikan makna ini sudah terjadi maka, menurut Isaiah Berlin, terbentanglah jalan yang sangat lebar bagi seorang despot untuk memerintah dengan sewenangwenang dan memberangus kebebasan individu. Bukankah tetekbengek nasib individu adalah hal yang terlalu kecil untuk dianggap serius bagi sebuah bangsa, atau partai, atau negara, yang sedang mengejar tuntutan sejarahnya untuk membangun masyarakat baru Bukankah dalam proses pemenuhan tuntutan sejarah ini Diri yang Lebih tinggi (yaitu Sang Bangsa, Sang Partai, Sang Negara) memang layak untuk memberangus Diri yang Rendah (manusia yang hanya terbawa oleh kesadaran palsu, yang tidak mengerti tuntutan sejarah)

Konsepsi kebebasan positif, dengan kata lain, sangat cocok untuk menjadi alasan pembenar bagi tirani dan kekuasaan despotik. Dalam konsepsi ini tidak ada argumentasi yang secara prinsipil dapat mengatakan kepada Sang Penguasa untuk membatasi kekuasaannya dan menghargai kedaulatan masingmasing individu. Sekali Sang Penguasa berhasil memanipulasi be berapa pengertian kunci yang ada di dalam konsepsi ini, maka ia seolaholah mendapat cek kosong, carte blanche, untuk melakukan apa saja yang dianggapnya perlu dalam mengejar tun tutan sejarah, masyarakat baru, atau apapun yang sanggup menjamin tercapainya hidup yang sepenuhpenuhnya.

Karena itulah tidak mengherankan jika Isaiah Berlin, yang di kenal sebagai penentang gigih para pemimpin garis keras Israel, berkata bahwa konsepsi kebebasan semacam inilah yang ber ada di balik banyak malapetaka kemanusiaan pada abad ke20.

Di abad ini, kita tahu, muncul banyak pemimpin besar yang, atas nama bangsa, partai, kelas, atau negara, melindas na sib orang per orang untuk mengejar tujuantujuan yang di ang gapnya bersifat historis, luhur, atau progresif. hitler, Stalin, Mao, Pol Pot: tangan mereka berlumuran darah justru untuk menggiring bangsa mereka ke arah kebebasan yang lebih sej ati.

24 November 1997